Senin, 22 Desember 2008

Asteroid Kuno Mengungkap Sejarah Tata Surya


Tata Surya hanya berupa sebentuk piringan berisi awan debu dan gas panas, yakni Nebula Matahari. Saat gas di tepi nebula mulai mendingin, material awal mulai berkondensasi menjadi partikel padat yang kaya elemen kalsium dan alumunium. Dan ketika gas kemudian mendingin, material lainnya pun mulai berkondensasi. Partikel padat dari berbagai tipe kemudian mulai menyatu membentuk batuan komet, asteroid, dan juga planet.

Tapi, apa yang sesungguhnya terjadi di masa lalu, saat Tata Surya terbentuk? Saat itu belum ada saksi hidup yang bisa menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut. Namun, bukan berarti pembentukan Tata Surya tidak memiliki saksi sama sekali. Ada banyak saksi yang kemudian bercerita dengan caranya sendiri. Batu-batuan yang jatuh ke Bumi ternyata menyimpan segudang cerita dan informasi dari masa lalu. Satu per satu misteri pun terkuak. Pengamatan dan misi yang dikirimkan membawa pulang cerita masa lalu Tata Surya.

Kali ini, satu cerita kembali terkuak dengan ditemukannya 3 buah asteroid yang sekaligus merupakan 3 objek tertua yang ada di dalam Tata Surya. Bukti tersebut didapatkan dari data pengamatan pada cahaya tampak dan inframerah dengan teleskop di Mauna Kea, Hawaii. Ketiga asteroid kuno tersebut tidak mengalami perubahan berarti semenjak terbentuk sekitar 4.55 miliar tahun lalu, dan mereka pun jauh lebih tua daripada meteorit tertua yang pernah ditemukan di Bumi. Hasil identifikasi terhadap ketiga asteroid ini menunjukkan bahwa ketiganya belum pernah ditemukan sebelumnya, dengan skala waktu pembentukan pada periode awal pembentukan Tata Surya. Karena itu, akan sangat menarik untuk menempatkan ketiga asteroid ini untuk menjadi kandidat misi ruang angkasa di masa depan. Diharapkan, misi tersebut akan dapat mengumpulkan dan membawa pulang contoh dari asteroid tersebut ke Bumi untuk diteliti. Dengan demikian, kita akan dapat memahami lebih jauh proses pembentukan Tata Surya pada beberapa juta tahun pertama.

Bagi para astronom, setidaknya sebagian asteroid tertua yang ada di Tata Surya harus kaya akan kalsium dan alumunium. Namun, sampai saat ini, asteroid dengan kandungan seperti itu belum ditemukan. Meteorit yang ditemukan di Bumi memang mengandung sejumlah kecil materi yang terkondensasi di awal pembentukan. Pada meteorit yang ditemukan, materi kuno berwarna putih terang yang dikenal sebagai calcium, alumunium- rich inclusions (CAIs), dengan diameter sebesar 1 cm. CAIs juga digunakan untuk menentukan umur Tata Surya.

Meteorit Allende. Kredit Gambar : The Center of meteorite Studies, Arizona States Universities. Meteorit Allende. Kredit Gambar : The Center of meteorite Studies, Arizona States Universities.
Jatuhnya meteorit Allende tahun 1969 menandai revolusi dalam studi Tata Surya dini. Saat itulah, untuk pertama kalinya, para ilmuwan bisa mengenali materi CAIs yang berwarna putih tersebut. Materi yang ditemukan dalam meteorit tersebut sesuai dengan berbagai parameter yang diperkirakan ada pada saat Tata Surya dini berkondensasi.

Sangat menakjubkan, karena ternyata butuh waktu 39 tahun hingga manusia bisa mengumpulkan spektrum objek CAIs. dan ternyata spektrum yang didapat justru membawa kita pada asteroid yang menjadi saksi sejarah pembentukan Tata Surya pada tahap paling awal.

Tim peneliti yang terdiri dari Jessica Sunshine dari Universitas Marryland; Tim McCoy, kurator dari The National Meteorite Collection di Smithsonian’s National Museum of Natural History; Harold Connolly, Jr dari City University, New York; Bobby Bus dari Institute for Astronomy, University of Hawaii; Hilo dan Lauren La Croix dari Smithsonian Institutio, menggunakan instrumen SpeX pada NASA Infrared Telescope Facility di Hawaii untuk mengamati permukaan asteroid sebagai bukti keberadaan sedikit batuan bertemperatur tinggi yang ada pada awal Tata Surya. Secara umum, tim ini mencari jejak spektrum yang mengindikasikan keberadaan CAIs. Namun, karena setiap mineral yang berbeda memiliki warna pantulan yang berbeda, maka spektrum atau warna yang dipantulkan dari permukaan akan dapat mengungkap informasi komposisi pembentuknya untuk dianalisis lebih lanjut.

Perbandingan yang dilakukan antara asteroid yang ditemukan dengan koleksi meteorit dari Smithsonian’s National Museum of Natural History menunjukan kekayaan CAIs pada asteroid yang ditemukan ternyata 2 hingga 3 kali lebih banyak daripada materi di meteorit yang sudah ditemukan. Dengan demikian, bisa disimpulkan jika ternyata asteroid kuno masih ada yang selamat hingga saat ini. Dan kita tahu di mana mereka berada sekarang.


Ditemukan, Kalkulator Purba Yunani


Sebuah kalkulator astronomis yang mampu melacak tanggal diadakannya Olimpade purba ditemukan oleh tim ilmuwan gabungan Inggris, Yunani dan Amerika Serikat (AS). Peranti yang terbuat dari perunggu ini dinamakan Mekanisme Antikythera, sebab ditemukan di pulau kecil Antikythera di wilayah selatan Yunani. Diperkirakan usianya 2100 tahun, kalkulator ini menyerupai jam, terdiri dari 30 roda gigi. Masing-masing menandai fase-fase bulan, gerhana dan informasi spesifik yang yang menunjukkan tanggal tertentu. Temuan ini dipublikasikan di jurnal Nature edisi Inggris teranyar.

Pemindaian
Penelitian terhadap peranti ini kebanyakan melibatkan teknologi pemindaian dan pemrosesan komputer. Sebelumnya, studi dilakukan dengan mesin tomografi sinar X dari Inggris yang dipakai untuk mengetahui strukturnya.

“Prosesnya seperti pemindaian medis, hanya bukan manusia yang kita pindai, tapi temuan itu,” jelas Yanis Bitsakis, salah satu penulis di jurnal Nature. Bitsakis dari Center for History and Paleography, Athen University menyatakan bahwa temuan ini sangat mengejutkan. Ini berarti ajang Olimpiade purba memiliki makna keagamaan yang sangat signifikan.

Archimedes
Bersama timnya, Bitsakis juga menemukan bahwa nama-nama bulan digoreskan pada Mekanisme Antikythera sama dengan yang digunakan pada koloni Korintia di Sisilia. Ini memperlihatkan adanya hubungan antara pakar matematika Yunani Archimedes dengan alat itu. Padahal Archimedes meninggal 100 tahun sebelum alat tersebut dibuat.


Minggu, 21 Desember 2008

Manusia Jawa Purba Pernah Mendiami Eropa

Hanover, Jerman (ANTARA News/dpa) - Pecahan tulang tengkorak yang ditemukan di sebuah tambang Jerman ternyata berasal dari Manusia Jawa, manusia purba yang sebelumnya diyakini merupakan penduduk asli Asia, sehingga memicu spekulasi bahwa manusia purba Asia pernah menjajah Eropa.

Alfred Czarnetzki, seorang profesor di Universitas Tuebingen, mengumumkan Kamis lalu bahwa kerangka tersebut, yang ditemukan pada 2002, "usianya paling tidak 700.00 tahun" dan begitu mirip Manusia Jawa "sehingga boleh jadi merupakan kembarannya".

Tulang tengkorak itu berasal dari spesies Homo erectus, di mana manusia modern dikenal sebagai Homo sapiens, yakni manusia yang sudah berbudaya.

Manusia Jawa adalah nama yang diberikan kepada fosil yang ditemukan pada 1891 di Trinil, tepian Bengawan Solo. Fosil ini merupakan salah satu spesimen Homo erectus atau manusia purba berjalan tegak yang paling pertama dikenal.

Penemunya, Eugene Dubois, memberikan nama ilmiah Pithecanthropus erectus, sebuah nama yang berasal dari akar Yunani dan Latin yang berarti manusia kera berjalan tegak.

Karl-Werner Frangenberg, seorang pemburu fosil, menemukan bagian atas tengkorak pada 2002 di sebuah lubang batu di Leinetal dekat Hanover. Istrinya, yang memiliki hobi sama, menemukan bagian pelipis dua tahun kemudian.


Sama dengan fosil Trinil

Tulang belulang itu, yang kini diyakini merupakan kerangka manusia tertua yang pernah ditemukan di Jerman, saat ini dipamerkan di Museum Hanover.

Kerangka tertua Jerman sebelumnya adalah spesies lain, yakni Homo heidelbergensis, yang ditemukan pada 1907 dan berusia sekitar 600.000 tahun.

Czarnetzki mengakui kesulitan mengukur usia fosil secara tepat, namun dirinya merasa yakin dengan kesamaan pada penemuan fosil manusia purba di Jawa pada 1891.

"Penemuan ini mengindikasikan bahwa manusia purba Asia pernah menyebar ke Eropa," katanya, seraya menambahkan artikelnya mengenai penemuan tersebut telah diakui Journal of Human Evolution dan akan segera diterbitkan.

Ia mengemukakan tak ditemukan DNA dalam pecahan tulang itu, namun ada jejak protein. (*)


Awas, Mamot Purba Bisa Hidup Lagi!


Menghidupkan kembali hewan yang sudah punah bukan lagi hanya dalam kisah fiksi Jurrasic Park. Sebentar lagi bisa jadi kenyataan. Ilmuwan sudah sukses mengurai kode DNA mamot bebulu, dan dalam satu atau dua dekade lagi, mamot itu bisa “dihidupkan” kembali. Bukan hanya mamot berbulu, mahluk purba seperti mastodon juga bisa hadir lagi. Duh seram ya?

“Itu bisa terjadi, masalahnya adalah jika kita memang bisa melakukannya, apakah memang perlu dilakukan,” komentar Stephan Schuster, pakar biokimia dari Penn State University yang terlibat dalam riset tersebut.

Terkontaminasi

Studi terhadap mamot seharga satu juta dolar tersebut sydah menghasilkan draft pertama genom hewan itu, lengkap dengan detail yang lebih dari tiga triliun blok DNA. Hasilnya dipublikasikan di jurnal Nature. Studi ini memberi petunjuk bagi ilmuwan mengenai evolusi dan kepunahan.

Ukuran mamot berkisah 8-14 kaki, seukuran gajah masa kini, dan sudah punah sejak 10.000 tahun lalu. Untuk mengenali DNA-nya, mereka meneliri 20 gumpalan bulu mamot beku di Siberia. Di masa lalu mereka juga mempelajari DNA yang diekstrak dari tulang fosil, namun sudah banyak terkontaminasi bakteri, virus dan parasit selama ribuan tahun.


Jumat, 19 Desember 2008

"Nessie"


"Nessie" merupakan panggilan akrab untuk Monster Loch Ness,makluk hidup yang belum teridentifikasi ini, konon hidup disebuah danau di Negara Skotlandia yang bernama Danau Loch.Nessie biasanya dikatagorikan sebagai Monster Danau.Diperkirakan makluk tsb adalah salah satu makluk hidup purabakala yang bisa selamat dari kepunahan pada zaman Dinosaurus exist di Bumi.Nessie juga merupakan salah satu hewan misteri selain Bigfoot dan Monster Yeti.Ratusan orang selama ratusan tahun mengklaim pernah melihat wujud monster menyembul di permukaan danau yang senantiasa tenang itu. Namun hingga kini, monster yang berjuluk Nessie itu tetap menjadi misteri. Apakah monster ini memang ada?Untuk mengungkap keberadaan makluk tsb di Danau Loch,banyak ilmuan yang telah mengadakan penelitian terhadap "monster" Nessie.Bahkan banyak bukti-bukti mengenai keberadaan makluk tsb berupa foto maupun video yang diabadikan oleh orang-orang yang berucap telah melihat penampakan monster Nessie.Namun laporan-laporan tersebut masih dipertanayakan keasliannya,dan tidak sedikit pula yang menyatakan gambar-gambar ataupun video yang merekam penampakan Nessie adalah Hoax/bohong belaka.Nessie--seperti kebanyakan makhluk legenda lainnya--memilih untuk menyembunyikan identitasnya, mengubur diri di kedalaman danau yang belum terselami hingga ke dasarnya itu."Nessie" merupakan panggilan akrab untuk Monster Loch Ness,makluk hidup yang belum teridentifikasi ini, konon hidup disebuah danau di Negara Skotlandia yang bernama Danau Loch.Nessie biasanya dikatagorikan sebagai Monster Danau.Diperkirakan makluk tsb adalah salah satu makluk hidup purabakala yang bisa selamat dari kepunahan pada zaman Dinosaurus exist di Bumi.Nessie juga merupakan salah satu hewan misteri selain Bigfoot dan Monster Yeti.Ratusan orang selama ratusan tahun mengklaim pernah melihat wujud monster menyembul di permukaan danau yang senantiasa tenang itu. Namun hingga kini, monster yang berjuluk Nessie itu tetap menjadi misteri. Apakah monster ini memang ada?Untuk mengungkap keberadaan makluk tsb di Danau Loch,banyak ilmuan yang telah mengadakan penelitian terhadap "monster" Nessie.Bahkan banyak bukti-bukti mengenai keberadaan makluk tsb berupa foto maupun video yang diabadikan oleh orang-orang yang berucap telah melihat penampakan monster Nessie.Namun laporan-laporan tersebut masih dipertanayakan keasliannya,dan tidak sedikit pula yang menyatakan gambar-gambar ataupun video yang merekam penampakan Nessie adalah Hoax/bohong belaka.Nessie--seperti kebanyakan makhluk legenda lainnya--memilih untuk menyembunyikan identitasnya, mengubur diri di kedalaman danau yang belum terselami hingga ke dasarnya itu.


Rahasia Jambul Reptil Terbang


JAKARTA, JUMAT - Reptil terbang yang hidup di zaman Dinosaurus memiliki jambul di kepalanya. Karena terlihat muncul saat reptil mulai tumbuh dewasa, mungkin
jambul berperan dalam proses kedewasaan seksual.Para pakar Universitas Portsmouth, Inggris memperkirakan bahwa jambul digunakan oleh reptil jenis Pterosaurus untuk menarik minat lawan jenisnya. Jambul yang tumbuh di kepala merupakan ciri perkembangan seksual Pterosaurus.
“Jambul menunjukkan kematangan seksual seperti halnya bulu ekor burung merak untuk menarik calon pasangan kawinnya,” kata seorang ahli paleobiologi Dr. Darren Naish. “Kelihatannya seperti lekukan jambul ayam jantan berukuran raksasa dengan struktur yang berwarna menyolok.”
Perkiraan para peneliti diambil berdasarkan fosil langka salah satu spesies Pterosaurus yang bernama Tupuxuara. Fosilnya ditemukan di bagian timur laut Brazil.
Fosil tersebut sangat langka sebab hanya ada beberapa fosil sejenis yang pernah ditemukan. Selain itu, kebanyakan fosil yang ditemukan merupakan tulang-belulang hewan yang telah dewasa.
Hasil pengujian yang dilakukan Naish dan koleganya Dr. David Martill menunjukkan bahwa fosil di Brazil berasal dari hewan yang sedang memasuki usia dewasa. Bukannya satu buah jambul segitiga, tengkorak kepalanya terdapat dua struktur jambul di tengkorak kepalanya.
Salah satu tumbuh dari ujung moncongnya dan lainnya dari bagian belakang kepala. Jambul yang tumbuh dari ujung moncongnya akan membesar ke arah belakang sehingga bersatu dengan jambul dari belakang kepala saat reptil dewasa.
“Ini merupakan temuan yang signifikan terutama membuktikan hubungan antara pertumbuhan jambul dengan kedewasaan seksual dan perannya dalam kehidupan seksual,” kata Naish. Selain itu, temuan ini juga menyingkap sifat-sifat Pterosaurus meskipun hanya dari bukti fosil yang sangat terbatas.
Sumber: BBCPenulis: Wah


MANUSIA PURBA


Tujuh tahun lagi, 2015, penduduk Indonesia 300 juta jiwa. Saat ini 220 juta jiwa. Setiap 3,5 menit satu orang Indonesia menjadi buta.
Deretan data yang disampaikan Lembaga Demografi UI, dan pernyataan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari awal pekan ini, mengisyaratkan tantangan besar, bahkan kecemasan tentang kualitas manusia Indonesia.
Mengendalikan pertumbuhan jumlah kelahiran, salah satu tujuan program Badan Koordinasi Keluarga Berencana, dan mencegah pesatnya pertambahan jumlah penderita kebutaan, menjadi program yang butuh penanganan segera.
Ketika Indonesia bahkan dunia terancam krisis pangan, sebaiknya jumlah penduduk menjadi faktor yang amat relevan diperhitungkan. Ketika setiap tahun ada pertambahan 210.000 orang menjadi buta, penanganan kesehatan mata termasuk persoalan krusial. Mutu bangsa ini ada di tubir kehancuran.
Untuk jangka panjang, seperti diingatkan BKKBN pekan lalu—satu instansi resmi yang agak dilupakan pada era pascareformasi—membengkaknya jumlah penduduk sebagai malapetaka.
Kegiatan Matahati yang diselenggarakan Yayasan Lions Indonesia, Kompas-Gramedia, Perdami, harian Guo Ji Ri Bao, Mangga Dua Square, dengan sponsor utama Jakarta Eye Center, tentu tidak sekadar berangkat dari semangat karitatif. Kegiatan dimaksudkan pula untuk membangun kesadaran bersama.
Dalam keadaan rasa perasaan serba terpuruk dan semua tertuju ke urusan kebebasan politik, tidak bisa dilupakan pengembangan kualitas hidup manusia termasuk pengendalian jumlah penduduk.
Kita hapus vonis era lama serba hitam. BKKBN dan pos pelayanan terpadu, misalnya, termasuk dua dari warisan yang perlu diteruskan dalam era pascareformasi.
Pemerintah tidak bisa sendirian mengatasi persoalan keterpurukan hak-hak dasar kehidupan masyarakat. Masyarakat umum dan kelompok pengusaha diperlukan dan perlu memperoleh panggung. Ketiganya merupakan pilar dalam membangun masyarakat kewargaan (civil society).
Tantangan membangun kualitas hidup manusia mestinya sejalan dengan riuhnya kita mengembangkan kehidupan demokratis politis.
Masyarakat yang demokratis tidak bisa dilepaskan dari terpenuhinya hak-hak (paling) asasi kehidupan. Deretan data di atas baru sebagian dari data hak-hak kebutuhan asasi, menjadi pintu masuk membangun kepedulian atas seriusnya kemerosotan mutu manusia Indonesia.


Mata Rantai Evolusi Buaya Ditemukan di BrasilMata Rantai Evolusi Buaya Ditemukan di BrasilMata Rantai Evolusi Buaya Ditemukan di Brasil


Minggu, 3 Februari 2008 16:52 WIB
JAKARTA, MINGGU - Buaya dikenal sebagai hewan prasejarah yang masih bertahan tanpa mengalami perubahan struktur tubuh selama jutaan tahun. Namun, sejak kapan buaya mulai beradaptasi hidup di dua alam masih menjadi misteri sains yang belum terpecahkan.
Mata rantai evolusi buaya yang terputus itu sedikit terjalin dengan ditemukannya fosil reptil mirip buaya di Brasil. Fosil predator yang memiliki panjang sekitar 1,7 meter itu berumur 80 juta tahun atau berasal dari Periode Cretaceous Akhir.
"Ini penting bagi sains karena spesimen tersebut secara teori merupakan penyambung antara buaya primitif yang hidup antara 80-85 juta tahun lalu dan spesies buaya modern," kata Ismar de Souza Carvalho dari Universitas Federal Rio de Janiero, Brasil, Kamis (31/1) lalu.
Spesies tersebut diberi nama Montealtosuchus arrudacamposi yang diam,bil dari nama tempat ditemukannya, Monte Alto, di Sao Paulo, dan nama ilmuwan lokal yang menggalinya pertama kali tahun 2004, Arruda Campos. Hewan tersebut memiliki struktur tubuh mirip buaya, namun moncongnya lebih panjang dan hidup sepenuhnya sebagai predator di darat.(REUTERS)Minggu, 3 Februari 2008 16:52 WIB
JAKARTA, MINGGU - Buaya dikenal sebagai hewan prasejarah yang masih bertahan tanpa mengalami perubahan struktur tubuh selama jutaan tahun. Namun, sejak kapan buaya mulai beradaptasi hidup di dua alam masih menjadi misteri sains yang belum terpecahkan.
Mata rantai evolusi buaya yang terputus itu sedikit terjalin dengan ditemukannya fosil reptil mirip buaya di Brasil. Fosil predator yang memiliki panjang sekitar 1,7 meter itu berumur 80 juta tahun atau berasal dari Periode Cretaceous Akhir.
"Ini penting bagi sains karena spesimen tersebut secara teori merupakan penyambung antara buaya primitif yang hidup antara 80-85 juta tahun lalu dan spesies buaya modern," kata Ismar de Souza Carvalho dari Universitas Federal Rio de Janiero, Brasil, Kamis (31/1) lalu.
Spesies tersebut diberi nama Montealtosuchus arrudacamposi yang diam,bil dari nama tempat ditemukannya, Monte Alto, di Sao Paulo, dan nama ilmuwan lokal yang menggalinya pertama kali tahun 2004, Arruda Campos. Hewan tersebut memiliki struktur tubuh mirip buaya, namun moncongnya lebih panjang dan hidup sepenuhnya sebagai predator di darat.(REUTERS)
Minggu, 3 Februari 2008 16:52 WIB
JAKARTA, MINGGU - Buaya dikenal sebagai hewan prasejarah yang masih bertahan tanpa mengalami perubahan struktur tubuh selama jutaan tahun. Namun, sejak kapan buaya mulai beradaptasi hidup di dua alam masih menjadi misteri sains yang belum terpecahkan.
Mata rantai evolusi buaya yang terputus itu sedikit terjalin dengan ditemukannya fosil reptil mirip buaya di Brasil. Fosil predator yang memiliki panjang sekitar 1,7 meter itu berumur 80 juta tahun atau berasal dari Periode Cretaceous Akhir.
"Ini penting bagi sains karena spesimen tersebut secara teori merupakan penyambung antara buaya primitif yang hidup antara 80-85 juta tahun lalu dan spesies buaya modern," kata Ismar de Souza Carvalho dari Universitas Federal Rio de Janiero, Brasil, Kamis (31/1) lalu.
Spesies tersebut diberi nama Montealtosuchus arrudacamposi yang diam,bil dari nama tempat ditemukannya, Monte Alto, di Sao Paulo, dan nama ilmuwan lokal yang menggalinya pertama kali tahun 2004, Arruda Campos. Hewan tersebut memiliki struktur tubuh mirip buaya, namun moncongnya lebih panjang dan hidup sepenuhnya sebagai predator di darat.(REUTERS)Minggu, 3 Februari 2008 16:52 WIB
JAKARTA, MINGGU - Buaya dikenal sebagai hewan prasejarah yang masih bertahan tanpa mengalami perubahan struktur tubuh selama jutaan tahun. Namun, sejak kapan buaya mulai beradaptasi hidup di dua alam masih menjadi misteri sains yang belum terpecahkan.
Mata rantai evolusi buaya yang terputus itu sedikit terjalin dengan ditemukannya fosil reptil mirip buaya di Brasil. Fosil predator yang memiliki panjang sekitar 1,7 meter itu berumur 80 juta tahun atau berasal dari Periode Cretaceous Akhir.
"Ini penting bagi sains karena spesimen tersebut secara teori merupakan penyambung antara buaya primitif yang hidup antara 80-85 juta tahun lalu dan spesies buaya modern," kata Ismar de Souza Carvalho dari Universitas Federal Rio de Janiero, Brasil, Kamis (31/1) lalu.
Spesies tersebut diberi nama Montealtosuchus arrudacamposi yang diam,bil dari nama tempat ditemukannya, Monte Alto, di Sao Paulo, dan nama ilmuwan lokal yang menggalinya pertama kali tahun 2004, Arruda Campos. Hewan tersebut memiliki struktur tubuh mirip buaya, namun moncongnya lebih panjang dan hidup sepenuhnya sebagai predator di darat.(REUTERS)
Minggu, 3 Februari 2008 16:52 WIB
JAKARTA, MINGGU - Buaya dikenal sebagai hewan prasejarah yang masih bertahan tanpa mengalami perubahan struktur tubuh selama jutaan tahun. Namun, sejak kapan buaya mulai beradaptasi hidup di dua alam masih menjadi misteri sains yang belum terpecahkan.
Mata rantai evolusi buaya yang terputus itu sedikit terjalin dengan ditemukannya fosil reptil mirip buaya di Brasil. Fosil predator yang memiliki panjang sekitar 1,7 meter itu berumur 80 juta tahun atau berasal dari Periode Cretaceous Akhir.
"Ini penting bagi sains karena spesimen tersebut secara teori merupakan penyambung antara buaya primitif yang hidup antara 80-85 juta tahun lalu dan spesies buaya modern," kata Ismar de Souza Carvalho dari Universitas Federal Rio de Janiero, Brasil, Kamis (31/1) lalu.
Spesies tersebut diberi nama Montealtosuchus arrudacamposi yang diam,bil dari nama tempat ditemukannya, Monte Alto, di Sao Paulo, dan nama ilmuwan lokal yang menggalinya pertama kali tahun 2004, Arruda Campos. Hewan tersebut memiliki struktur tubuh mirip buaya, namun moncongnya lebih panjang dan hidup sepenuhnya sebagai predator di darat.(REUTERS)


IKAN PURBA


Ikan Purba Tertangkap di Sulawesi
JAKARTA, SENIN - Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Ikan Purba Tertangkap di Sulawesi
JAKARTA, SENIN - Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Ikan Purba Tertangkap di Sulawesi
JAKARTA, SENIN - Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Ikan Purba Tertangkap di Sulawesi
JAKARTA, SENIN - Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Ikan Purba Tertangkap di Sulawesi
JAKARTA, SENIN - Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.


Ikan Purba Tertangkap di Sulawesi




Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Sumber: APPenulis: wsn
Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Sumber: APPenulis: wsn
Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Sumber: APPenulis: wsn
Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Sumber: APPenulis: wsn
Seorang nelayan Sulawesi mendapatkan seekor ikan "fosil hidup" coelacanth yang langka. Ikan yang pernah dianggap punah seperti halnya dinosaurus ini sempat ditampung di sebuah kolam, meski akhirnya tidak bisa bertahan hidup. Justinus Lahama menangkap ikan sepanjang 1,2 meter dan beratnya 50 kilogram itu pada Sabtu pagi di perairan Sulawesi dekat Taman Laut Bunaken, salah satu lokasi yang memiliki keanekaragaman hayati laut amat tinggi.
Ikan purba itu akhirnya mati 17 jam setelah ditangkap. Menurut ahli biologi laut Lucky Lumingas, saat dihubungi hari Minggu, waktu 17 jam adalah waktu bertahan yang luar biasa bagi ikan sejenis coelacanth.
"Ia seharusnya sudah mati dalam dua jam pertama karena spesies ini hanya hidup di lingkungan laut dalam yang dingin," katanya. Lumingas, yang bekerja di Universitas Sam Ratulangi, berencana akan meneliti bangkai ikan tersebut.
Coelacanth diyakini punah 65 juta tahun lalu, sebelum akhirnya seekor daripadanya ditemukan tahun 1938 di perairan Afrika. Beberapa ekor lagi kemudian ditemukan, termasuk yang ditangkap di laut Sulawesi tahun 1998.
Ikan pemangsa ini memiliki sirip serupa kaki, dan mereka menyimpan telurnya di dalam tubuh dan "melahirkan" anak-anaknya, bukan seperti kebanyakan ikan yang bertelur.Sumber:


APPenulis: wsn